Beranda | Artikel
Sikap Terbaik Terhadap Orang Awam
Kamis, 23 Agustus 2012

عَنْ أَبِي بِشْرٍ جَعْفَرِ بْنِ أَبِي إِيَاسٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبَّادَ بْنَ شُرَحْبِيلَ – رَجُلًا مِنْ بَنِي غُبَرَ – قَالَ: أَصَابَنَا عَامُ مَخْمَصَةٍ، فَأَتَيْتُ الْمَدِينَةَ، فَأَتَيْتُ حَائِطًا مِنْ حِيطَانِهَا، فَأَخَذْتُ سُنْبُلًا فَفَرَكْتُهُ وَأَكَلْتُهُ، وَجَعَلْتُهُ فِي كِسَائِي، فَجَاءَ صَاحِبُ الْحَائِطِ، فَضَرَبَنِي وَأَخَذَ ثَوْبِي، فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَخْبَرْتُهُ، فَقَالَ لِلرَّجُلِ «مَا أَطْعَمْتَهُ إِذْ كَانَ جَائِعًا، أَوْ سَاغِبًا، وَلَا عَلَّمْتَهُ إِذْ كَانَ جَاهِلًا» ، فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَرَدَّ إِلَيْهِ ثَوْبَهُ، وَأَمَرَ لَهُ بِوَسْقٍ مِنْ طَعَامٍ، أَوْ نِصْفِ وَسْقٍ

Dari Abu Bisyr Ja’far bin Abi Iyyas, ia berkata, aku mendengar ‘Abbad bin Syurahbil (seorang lelaki dari Bani Ghubar) berkata:

“Aku mengalami masa paceklik. Maka aku pun datang ke kota Madinah. Ketika itu aku sampai di salah satu kebun yang ada di Madinah. Kuraup kurmanya dan kumakan, dan sebagian kusimpan di bajuku. Lalu pemilik kebun datang. Ia memukulku dan mengambil bajuku. Aku pun datang kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Aku ceritakan kejadian tersebut. Maka Rasulullah pun berkata kepada pemilik kebun:

Mengapa engkau tidak beri makan orang ini jika memang ia kelaparan? Mengapa engkau tidak ajari ia jika memang ia tidak paham?

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan pemilik kebun mengembalikan pakaiannya dan memberikannya setengah atau satu wasaq kurma”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud (1/408-409), An Nasaa-1 (2/209), Ibnu Maajah (2/45), Al Haakim (4/133), Ahmad (4/166-167).

Derajat Hadits

Al Haakim berkata: “Shahihul isnaad“. Disetujui oleh Adz Dzahabi. Syaikh Al Albani berkata: “Bahkan hadits ini sesuai dengan syarat Shahihain” (Silsilah Ash Shahihah 1/815)

Faidah Hadits

  1. As Sindi dalam Hasiyah-nya menjelaskan kalimat ولا علمته (Mengapa engkau tidak ajari ia) maksudnya: “Ia adalah orang jahil yang kelaparan. Maka sikap yang layak bagi engkau adalah mengajarinya, sebagai langkah pertama. Lalu kedua, memberinya makan dengan memaafkan dan merelakan apa yang ia ambil” (Hasiyah As Sindi, 2/45)
  2. As Suyuthi ketika menjelaskan makna وَلَا عَلمته إِذا كَانَ جَاهِلا (Mengapa engkau tidak ajari ia jika memang ia tidak paham?‘) ia berkata: “Yaitu menjelaskan bahwa harta orang lain itu tidak halal bagimu. Karena orang jahil yang bermaksiat itu ditoleransi” (Syarh Sunan Ibni Maajah, 1/166)
  3. Beliau juga menambahkan: ” Sebagian ulama memberikan keringanan bagi Ibnu Sabiil (orang yang bepergian di jalan Allah) untuk memakan buah-buahan milik orang lain sebagaimana dalam riwayat Ibnu Umar yang nanti akan kami bawakan. Namun mayoritas ulama tidak membolehkan hal ini kecuali dengan izin pemiliknya, selama kondisinya tidak darurat. Alasan mereka yang melarang yaitu bahwa nash-nash yang melarang mengambil harta orang lain lebih didahulukan daripada nash-nash tentang keterpaksaan. Sehingga jika seseorang yang kelaparan menemukan bangkai dan makanan orang lain. Pendapat yang shahih menurut kami, hendaknya ia memilih bangkai dan bukan makanan orang lain”. (Syarh Sunan Ibni Maajah, 1/166)
  4. Hadits ini dalil disyariatkannya al ‘udzru bil jahl. Orang yang tidak tahu ketika melakukan kesalahan itu dimaafkan dan ditoleransi.
  5. Sikap yang layak dan tepat terhadap orang yang tidak tahu atau belum paham adalah mengajarinya, bukan mengasarinya.
  6. Anjuran untuk bersikap rahmah (penuh kasih sayang) dan tidak kasar. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

    خاب عبد و خسر لم يجعل الله تعالى في قلبه رحمة للبشر

    Telah merugi orang yang hatinya tidak dijadikan oleh Allah penuh rasa kasih sayang terhadap orang lain” (HR. Ad Dulabi 1/173, Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqi 2/113/7, dihasankan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 1/819).

  7. Anjuran untuk memberi makan orang yang miskin dan kelaparan. Allah Ta’alaberfirman:

    أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ (1) فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (2) وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ

    Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin” (Qs. Al Maa’un: 1-3)

  8. Perkataan Nabi إِذْ كَانَ جَائِعًا (jika memang ia kelaparan) mengisyaratkan bahwa pemilik kebun tidak mengetahui alasan ‘Abbad mencuri, sehingga Nabi memberitahunya. Dan perkataan beliau إِذْ كَانَ جَاهِلً (jika memang ia tidak paham) mengisyaratkan bahwa pemilik kebun tidak mengerti keadaan ‘Abbad, sehingga Nabi memberitahunya. Di sini Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mendidik pemilik kebun untuk mencari udzur ketika melihat kesalahan yang dilakukan saudaranya. Wallahu’alam. Muhammad bin Manazil berkata:

    الْمُؤْمِنُ يَطْلُبُ مَعَاذِيرَ إِخْوَانِهِ ، وَالْمُنَافِقُ يَطْلُبُ عَثَرَاتِ إِخْوَانِهِ

    Seorang mu’min itu mencari udzur (alasan-alasan baik) terhadap saudaranya. Sedangkan seorang munafik itu mencari-cari kesalahan saudaranya” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 10437)

  9. Dalam kasus ini, ‘Abbad bin Syurahbil Radhiallahu’anhu mencuri namun tidak dikenai hukuman hadd potong tangan karena beberapa faktor:
    1. Ia mencuri karena terpaksa dan jahil. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallambersabda:

      إن الله تجاوز لي عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه

      Sesungguhnya Allah telah memaafkan ummatku yang berbuat salah karena tidak sengaja, atau karena lupa, atau karena dipaksa” (HR Ibnu Majah, 1675, Al Baihaqi, 7/356, Ibnu Hazm dalam Al Muhalla, 4/4, di shahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah)

    2. Barang yang dicuri nilainya kecil. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

      لاَ تُقْطَعُ يَدُ السَّارِقِ إِلاَّ فِي رُبْعِ دِيْنَارٍ فَصَاعِدًا

      Pencuri tidak dipotong tangannya kecuali barang yang dicuri senilai seperempat dinar atau lebih” (Muttafaqun ‘alahi)

    3. Barang yang dicuri bukan sesuatu yang disimpan dalam tempat penyimpanan. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

      لا تقطع اليد في تمر معلق

      Tidak dipotong tangan pencuri bila mencuri kurma yang tergantung” (HR. Ibnu Hazm dalam Al Muhalla 11/323, dihasankan Al Albani dalam Shahih Al Jaami’ 7398)
      Ibnu Mundzir berkata:

      و أجمعوا أن القطع إنما يجب على من سرق ما يجب فيه قطع من الحزر

      “Para ahli fiqih sepakat bahwa hukuman potongan tangan diberlakukan hanya bagi pencuri yang mencuri harta dari tempat penyimpanan” (Al Ijma’ 129/615, dinukil dari Al Wajiiz Fil Fiqhi 1/443)

  10. Dapat disimpulkan, sikap terbaik terhadap orang awam adalah bersemangat untuk memberinya pengajaran dengan penuh kasih sayang, memberinya udzur, tidak kasar serta bersemangat membantu kesusahannya. Wallahu’alam.

Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id

🔍 Ridhollah Fi Ridhol Walidain, Cara Sholat Salafi, Rupa Jin Islam, Hadist Ghibah


Artikel asli: https://muslim.or.id/10016-sikap-terbaik-terhadap-orang-awam.html